Saturday, September 28, 2019

DIRGAHAYU

Teruntuk diriku sendiri,

Every day is a new day, new thoughts, new strenght, new possibilities, stay gold and never stop counting your blessing.

Terima kasih untuk segala pejuangan menghadapi luka yang kadang dirasa tidak mungkin untuk ditahan. Namun, berhasil. Kamu masih hidup. Terima kasih masih bernapas hingga detik ini. Terima kasih sudah berhasil  melakukan apapun yang katanya tidak mungkin.

Kamu masih menjadi bagian sempurna yang diciptakan Tuhan, masih utuh dengan dua kaki yang tetap berfungsi untuk berjalan. Dua tangan yang masih sanggup untuk memeluk, bukan hanya diri sendiri namun leluasa untuk memeluk semesta. Bahu yang kokoh untuk menompang segala luka dan derita. Hati yang kuat dengan tulus bekerja untuk tidak dendam kepada hidup yang sudah memberi semestinya, meski terkadang ada pahit dengan takaran yang mengada-ada.

Terima kasih untuk jiwa yang akhirnya mau bersepakat atas apa saja yang ditakdirkan Tuhan. Terima kasih untuk diri sendiri yang akhirnya mau berdamai dengan setiap badai.
Because I believe that there are memories that time does not erase. I want to be able to look back and be grateful for every milestones of my life.

Cukuplah segala lara, air mata, derap tawa, segala doamu untukku adalah segala doaku untukmu. Terima kasih
kini sudah waktunya; Istirahat, besok kita berjuang dan melangkah ke depan lagi, mulai mencintai diri sendiri lagi.

Yogyakarta, 20 September 2019

Thursday, February 14, 2019

Februari Patah Hati

Pagi tahun ini adalah salah satu harapanku ditahun lalu. Akhirnya, kuberanikan diri mengunjungi tempat ini lagi dengan segenggam harapan-harapan yang masih aku miliki.

Pagi tahun ini, kukira semuanya akan terlihat baik-baik saja dengan awal yang baru. Tapi, nyatanya perubahan itu terlihat begitu jelas. Mungkin memang benar keadaan selalu minta untuk diterima.

Bertemu dengannya. Lagi. Ada ribuan kata dikepala yang bisa saja menjadi jutaan tanya. Banyak sekali rasa yang menyesakan dada dan ada saja hal yang tak terduga sebelumnya. Bagaimana aku ingin menuntaskan segala rasa dan segala tanya bahwa denganku mungkin kau tak bahagia.

Tak ada yang bisa ku lakukan selain perlahan-lahan pergi. Meninggalkanmu. Namun, dalam langkahku, aku tersadar ada aku yang tak tahu diri yang berharap kepulanganmu ada aku suatu saat nanti.

Pagi tahun ini, selalu menjadi perkara yang tak bisa ditunda. Harapan baru bermunculan sebagai penerang menuju jalan pulang.

Namun, tanpa permisi dan sepatah katapun. Pulang justru menjadi suatu hal yang sangat menakutkan. Hal yang tak pernah aku inginkan.

Petang tahun lalu. Saat semuanya masih dalam menata harapan dan tujuan, kau selalu ada untuk menguatkan dan menyeka air mata yang ada dipelupuk mata.
Mencoba menyamakan langkah yang tiba-tiba berhenti begiti saya demi menyelamatkan ego kita yang perlahan menghilangkan rasa percaya.

Petang tahun lalu. Kau kembali hanya untuk pergi, menyampaikan pesan untuk hati masing-masing lewat tatapan disela pertemuan, yang kemudian punggungmu berlalu meninggalkan.

  Petang tahun lalu. Adalah tentang kepalan yang menjaga dari ancaman, tentang usapan dikepala untuk menengkan risau yang datang, juga tentang sebuah pesan yang kau sampaikan lewat tatapan.

  Petang tahun lalu. Menjadi senja pertama yang sangat ingin aku lupakan.
Ketika rasa yang sejak lama dihati masing-masing yang saling diucapkan, berganti dengan tatapan dan senyuman.
Ketika kenyamanan yang pernah aku tawarkan, dibandingkan dengan keberadaanya.
Aku lelah.

  Aku menyerah.
Terimakasih sudah memenuhi janji untuk menemuiku hari ini.
Kepada kamu pemilik peluk ternyaman dimalam tadi, aku mengaku kalah.
Atas semua rasa yang pernah kita punya.
Sebab semesta memaksaku mengalah perihal rasa yang tak bisa dipaksa.

  Maaf sudah membuang waktumu hingga malam tadi. Setelah ini mungkin tidak akan lagi. Sebab, yang dipaksa untuk tinggal pada akhirnya akan tanggal.

Sebab rasaku akan selalu dianggap sebaiknya, olehmu.

Yogyakarta, 14 Februari 2019.

Tuesday, February 13, 2018

Surat Untuk Februari

Teruntuk kamu yang pernah kucintai dan kukagumi.

Kamu yang pernah datang, pernah hilang, pernah kembali, dan pergi lagi.
Kamu yang datang sebentar. Membahagiakanku. Menyempurnakan harapanku. Membuat tawa. Memperlakukanku seolah aku amat berharga. Seolah aku memiliki arti lebih dalam hidup .

Dari sekian banyak cara untuk bisa memperjuangkan mu lagi, aku memilih berhenti. Bukan. Bukan karena rasaku telah hilang, melainkan aku memikirkan bahwa masih banyak hal yang lebih pantas untuk ku perjuangkan daripada kamu. Entahlah, aku hanya berpikir bahwa kembali memperjuangkan mu adalah suatu pilihan yang salah, maka dari itu aku memilih mundur dari semua tawaran-tawaran menggoda untuk bisa mendapatkan hatimu, lagi.

Jika boleh jujur, hatiku masih milikmu. Kamu masih menjadi satu-satunya pria yang keberadaannya benar-benar ku tunggu. Namamu masih memenuhi pikiranku. Aku tidak ingin munafik, sampai sekarang aku masih sering mencari keberadaanmu diantara pria lainnya. Aku selalu tersenyum setiap melihat mu tertawa.

Terlepas dari segala keputusanku untuk berhenti memperjuangkanmu, memperhatikanmu dari jauh itu sungguh menyenangkan. Biarlah ini menjadi rahasiaku saja.

Sungguh, sebenarnya aku menaruh begitu banyak harap bahwa aku dan kamu akan menjadi kita suatu saat nanti, tetapi biarlah itu tetap menjadi kepingan-kepingan harapan yang akan terus kusimpan rapi. Biarlah itu menjadi bukti bahwa kamu pernah menjadi pria paling berpengaruh dalam hidupku. Demi menghormati pilihanku untuk tidak memperjuangkanmu lagi, aku akhirnya mengubur segala kenangan yang telah kita lalui bersama.

Aku menghargai keputusanmu dulu, mungkin begini memang lebih baik. Terimakasih sudah mau memberi sedikit-banyak warna dalam hidupku. Terimakasih karena kamu pernah membiarkanku singgah di pikiranmu. Terimakasih karena kamu pernah menopang dan menegakkan langkahku.

Aku hanya berpesan padamu, jaga dirimu baik-baik tetaplah menjadi aktor utama yang selalu kutunggu-tunggu kemunculannya. Aku tak mengharapkanmu pulang padaku. Aku hanya merindukan sosok mu dan hadirmu.

Biarkan pelukku tersampaikan lewat doa dan untaian kata.

Februari, 14 2018

Monday, January 1, 2018

Memulai Kembali

Aroma kopi menemaniku hingga aku terjaga tengah malam. Menemaniku mengingat-ingat janji-janji yang pernah terlontar dulu.

Sejak matahari tenggelam kala itu, hari-hari yang aku jalani terasa seperti mengulang kesedihan tentang aku kehilanganmu. Sesekali mengingat kenangan-kenangan yang hampir hilang dan mustahil untuk dipertahankan.

Hati dan pikiranku telah luluh lantak mengiringi hariku sebelum aku kehilanganmu. Namun, kini semua telah hilang. Ikut pergi bersama dengan hilangnya sosokmu dihati ini yang perlahan-lahan ingin melupakanmu.

Mulai hari ini, mungkin kau akan menemuiku sebagai orang lain yang akan menganggapmu sebagai orang asing yang tak pernah kukenal sebelumnya.
Hari ini, mungkin kau akan mulai melihatku sebagai seorang perempuan yang bisa berdiri lebih tangguh tanpa hadirmu.

Kini aku telah menemukan diriku sendiri. Aku menemukan sebuah pemikiran yang dulu sempat pudar karna bermain rasa denganmu. Bahwa mencintaimu adalah hal yang sia-sia. Merindukanmu adalah hal yang membuang-buang waktu. Dan mengharapkanmu adalah hal terbodoh yang pernah aku lakukan.

Hari ini, aku memutuskan untuk berhenti. Berhenti menunggumu, mengharapkanmu, dan merindukanmu. Entah sampai kapan.

Desember, 20

Januari, 01 2018

Friday, November 24, 2017

Pertengahan November

Aku rindu memulis bait-bait berantakan untuk seseorang yang saat ini sedang kurindukan. Hujan dipertengahan November. Aku merindukanmu. Lagi.

Entahlah, aku tak tahu kau ada dimana sekarang, disudut kota bagian mana. Berapa ratusan kilo meter yang harus ditempuh dari tempat tinggalku. Aku tak peduli, karena saat ini aku hanya ingin menikmati hadirmu lewat tulisanku.

Aku tak tahu kau sedang apa dan dimana sekarang bersama siapa. Entahlah, entah kekasih barumu atau bukan. Aku justru tak peduli, bila aku terlalu memaksakan diri untuk mengetahui hal itu jatiku hanya akan semakin nyeri.

Meski kita tak lagi bersama. Aku disini masih disini dalam keadaan yang kebanyakan orang menyebutnya rindu.

Aku rindu sosokmu dengan tinggimu 172cm itu. Aku rindu suaramu yang dulu menelusup lembut ke telingaku. Aku rindu obrolan-obrolan singkat kita yang tak jelas alurnya. Aku rindu berbincang tengah malam dengan telepon gengam hingga terlelap.

Aku tak tahu apakah kau merasakan hal yang sama dengan apa yang kurasakan malam ini. Bahkan aku tak berani menerka. Sebab kita tak seperti dulu lagi, aku tak mengerti kenapa perpisahan dengan mudah menghempaskan semua itu.

Disini bahkan aku masih sering melihat nomor ponselmu. Menimbang-nimbang, apakah aku harus menghubungimu terlebih dahulu atau aku saja yang menunggumu. Ahh.. bahkan kau terlalu sibuk hanya untuk sekadar sms apalagi menanyakan kabarku.

Aku menyesal kenapa hal-hal yang indah sering kali tak bisa terulang. Aku butuh hadirmu, butuh kata rindumu. Dimana kamu, aku merindukanmu.

Tulisan ini selalu ingin menghadirkanmu.

Satu hal yang tak pernah kau tahu;
Aku merindukanmu seperti hujan yang datang tiba-tiba dan bertahan lama.

Selamat malam dan selamat tidur pria yang kurindukan di pertengahan November.

Tuesday, November 8, 2016

Selamat Ulang Tahun Kakak ke-2

Kepada;
Lelaki kesayangan yang kupanggil kakak.

Barang kali ini adalah tulisan pertama yang kutujukan kepadamu, barang kali juga ini adalah ucapan selamat ulang tahun pertama yang ku tulis secara terbuka untukmu. Mungkin karena dalam keluarga kita tak terbiasa untuk mengucapkan kalimat sayang didepan umum.

Apa kabar, Mas? Semoga selalu dalam lindungan-Nya. Aku tak pandai merangkai doa sebagai ucapan selamat ulang tahun. Namun, dengan adanya tulisanku ini, semoga mas mengerti seberapa besar rasa sayang dan juga hormatku kepadamu yang mungkin tak akan bisa melebihi rasa sayang mas kepadaku.

Sebelum mengucapkan serangkaian kata selamat, terlebih dahulu aku ingin mengucapkan terima kasih. Terima kasih pernah berbagi rahim denganku, terima kasih telah menjadi pelindung, penjaga, penasihat, dan selalu menjadi seorang yang selalu ada saat aku butuhkan. Terima kasih atas doa-doa yang kau tujukan untukku, meski tak kau sebutkan didepanku. Terima kasih Mas telah menjadi kakak yang sangat baik untuk adikmu ini.

Selamat hari lahir, Mas. Selamat ulang tahun. Selamat mengulang hari bahagia ditahun yang berbeda. Semoga keberkahan dan kebahagiaan selalu melingkupi kehidupanmu dan keluarga kita.

Satu hari dalam setahun dihari ke delapan bulan November adalah sebagai tanda bahwa usiamu bertambah satu, sekaligus berkurang kesempatan hidup didunia. Dan juga sebagai tanda bahwa dulu ada seorang ibu yang berjuang antara hidup dan mati demi adanya dirimu. Juga sebagai tanda bahwa dewasa itu perlu. Sebab, pertambahan usia adalah pertambahan kewajiban yang meski dipikul. Semoga selalu bijaksana dalam menghadapi segalanya.

Banyak kesemogaan yang hari ini khusus ditujukan kepadamu, Mas. Mungkin aku menjadi salah satunya. Doaku untukmu hanya sederhana: berbagai harapan yang terus disemogakan semoga segera terwujud, dan memberi manfaat untuk orang-orang disekelilingmu. Terus ajari aku untuk hidup sederhana, dan ajari aku untuk selalu bersyukur atas segala anugerah dan karunia.

Happy your day my brother. Selamat ulang tahun kakak kesayangan, terima kasih banyak telah memilihku sebagai adik.

Dari;
Adik perempuanmu, yang selalu merepotkan.
Yogyakarta, 08 Novemver 2016

Friday, September 30, 2016

September

September adalah cerita, barisan kata-kata yang tersusun, tapi tak pernah ditulis dengan rapi. Entahlah, apa dia tidak berani memulainya atau semua adalah keraguan yang lahir dalam rahim kenestapaan lalu membeku didalam, menyublin, membentuk dan mencair hingga banyak wujud yang tercipta. Tapi, dia tetap bisu seiring hujan yang jatuh bersamanya.

Hingga saatnya tiba September hampir berakhir. Beberapa hari yang lalu hujan rasanya tidak sederas hari ini.
Banyak titik-titik air hujan deras yang jatuh. Membentuk embun dijendela. Juga tetes demi tetes air mataku mulai menetes malam ini membasahi pipiku.

Apa kau juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan?

Terkadang aku merasa suara hujan sangat berisik, tapi berisik yang menenangkan. Dan lagi, tetesan demi tetesan air mengingatkanku untuk selalu ikhlas dalam hal apapun.
Karena segalanya yang ditakdirkan untukku pasti menjadi milikku, dan segalanya yang tidak ditakdirkan untukku pasti tidak akan pernah menjadi milikku. Pasti akan lepas, se-erat apapun aku menggenggamnya.

Karena pada akhirnya air yang menempel dijendela akan segera tiada. Tidak akan lagi aku temui butiran-butiran air hujan di jendela sebelum hujan kembali tiba.

Akan Rindukah kau pada hujan ini? Rindukah kau padaku?

Hingga pada akhirnya September hanya menyisakan sedikitnya dua kata yang melekat didalam tulisan ini; aroma hujan. Tidak pada tanah yang kering, tapi pada sudut bibir yang membuat lekukan senyum untuk selalu ikhlas dalam hal apapun.

September; be nice for me.